Fiqih Al-Imam
Asy-Syafii
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum wr. wb. Saya punya 2 pertanyaan. Pertanyaan pertama, bolehkah saya mengetahui tentang tata cara fiqih ibadah(Wudhu, sholat, dll) yang merupakan pendapat dari Imam Syafi'i? Pertanyaan kedua, bapak bilang kalau kita boleh memegang lebih dari 1 mahzab? Contoh ketika kita dalam wudhu dan sholat, bukannya itu harus satu paket? Berarti harus satu, benar atau tidak? Demikian pertanyaan saya, terima kasih. Wassalam
Assalamu 'alaikum wr. wb. Saya punya 2 pertanyaan. Pertanyaan pertama, bolehkah saya mengetahui tentang tata cara fiqih ibadah(Wudhu, sholat, dll) yang merupakan pendapat dari Imam Syafi'i? Pertanyaan kedua, bapak bilang kalau kita boleh memegang lebih dari 1 mahzab? Contoh ketika kita dalam wudhu dan sholat, bukannya itu harus satu paket? Berarti harus satu, benar atau tidak? Demikian pertanyaan saya, terima kasih. Wassalam
Jawaban :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Untuk mengenal lebih
jauh tentang fiqih Imam Asy-Syafi'i, sebenarnya sangat mudah. Sebab fiqihmazhab
itu tersebar luas dalam ribuan jilid kitab.
Untuk yang paling
tinggi, bisa kita baca dalam kitab beliau yang berjudul Al-Umm (induk). Kitab yang tebalnya 11 jilid ini
adalah kitab utama dan sesuai dengan namanya, kitab ini menjadi kitab induk
rujukan pertama dalam mazhab As-syafi'i. Ke kitab inilah para ulama mazhab
Syafi'i merujuk, karena boleh dibilang bahwa kitab ini berisi fatwa-fatwa resmi
Al-Imam As-Syafi'i rahimahullah.
Sayangnya tidak semua
ustadz atau guru pengajian memiliki kitab ini. Mungkin karena cukup tebal dan
memang dahulu ngajinya tidak sampai ke level ini.
Jangan lupa juga untuk
membaca kitab ushul fiqih beliau yaitu Ar-Risalah. Kitab ini adalah bacaan wajib para ulama
mazhab, karena kitab ini adalah kitab pertama yang ditulis khusus dalam ilmu
ushul fiqih. Tidak mungkin ada seorang bisa jadi mujtahid fiqih, kalau belum
baca kitab ini. Dan Al-Imam As-Syafi'i adalah Bapak peletak dasar ilmu ushul
fiqih. Nyaris semua ulama ahli fiqih berguru dari kitab ini.
Ilmu ushul fiqih
adalah ilmu untuk membuat sistematika dalam pengambilan kesimpulan hukum dari
Al-quran dan As-sunnah. Orang yang tidak punya ilmu ini, tidak akan lurus dalam
menarik kesimpulan hukum syariah, meski sudah memegang Al-Quran dan As-Sunnah.
Selain kedua kedua
karya masterpiece itu, Al-Imam As-Syafi'i memiliki puluhan bahkan ratusan murid
dari masa ke masa. Di mana mereka kemudian meneliti, membedah, memberi syarah
(penjelasan)bahkan termasuk mengkritisi pendapat-pendapat sang guru.
Salah satu di
antaranya yang paling masyhur adalah Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Beliau menulis kitab syarah(penjelasan) atas kitab fiqih syafi'i yang
bernama Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab. Kitab ini termasuk kitab fiqih mazhab Syafi'i
yang umumnya menjadi rujukan para ulama pembesar mazhab ini. Jumlah jilidnya
sampai 22 buah, lumayan tebal. Selain itu juga ada kitab Mughni
Al-Muhtaj yang sedikit lebih
ringan.
Sedangkan untuk
kalangan pemula, banyak ulama di kalangan mazhab ini yang menulis kitab
kecil-kecil sepertiKifayatul Akhyar. Bahkan ada yang sangat ringkas dan merupakan point-point
kesimpulannya saja, tanpa dalil dan ta'lil, seperti kitab Matan
Al-ghayah wa At-Taqrib atau Safinatun-Najah. Kitab-kitab 'mungil' ini paling banyak kita jumpai di berbagai
pesantren dan majelis taklim di negeri kita.
Nah, pada tiap kitab
itulah kita bisa mendapatkan berbagai pandangan mazhab As-Syafi'i dalam masalah
agama. Sayangnya, sebagain besar kitab-kitab itu masih berbahasa arab. Para
santri di berbagai pondok pesantren belajar bahasa arab karena bertujuan agar
mampu membaca dalam bahasa aslinya. Sebab terjemahan-terjemahan sangat
bermasalah dengan kualitasnya.
Gonta ganti Mazhab
Sebenarnya urusan
bergonta-ganti mazhab bukan larangan. Namun sebaliknya, justru anjuran untuk
mendapatkan kemudahan. Jadi kalimat yang benar adalah bahwa setiap muslim
dibolehkan atau berhak untuk berpegang pada satu mazhab saja. Tidak harus
selalu bergonta-ganti, karena akan sangat merepotkan.
Namun kalau ada
pelajar atau mahasiswa ilmu syariah yang melakukan pengkajian dan kritisi atas
pendapat-pendapat hukum dari para ulama, lalu mereka merajihkan satu pendapat
tertentu dari sebuah mazhab dan sebagian lagi merajihkan pendapat dari mazhan
lainnya, tentu tdiak dilarang. Karena belajar fiqih pada level tertentu adalah
belajar mentarjih.Dan seorang yang punya beberapa dasar ilmu fiqih pada waktu
tertentu harus berani melakukan tarjih.
Sebaliknya, orang awam
yang tidak mengerti dasar ilmu fiqih, buta bahasa arab, tidak mengerti ilmu
ushul dan lainnya, tidak punya kewajiban untuk melakukan tarjih. Dia boleh
bertaqlid dengan salah satu pendapat dari mazhab tertentu sebagai kemudahan.
Bahkan tidak diwajibkan atasnya untuk membedah dalil-dalil tiap masalah. Cukup
meminta fatwa dan isi fatwa itu hanya satu kata: halal, titik.
Orang-orang awam
dibolehkan menjadi muqallid dalam ilmu istimbath hukum. Kepadanya tidak dipikulkan beban yang tidak mampu
diangkatnya. Bahkan kalau dipaksakan justru berbahaya.
Semua ini bisa kita
ibaratkan dengan sebuah peperangan yang melihat pasukanprofesional. Hanya
tentara profesional saja yang dikirm ke medan perang. Tindakanmemerintahkan
rakyat sipil untuk masuk medan perang adalah keliru dan berbahaya. Rakyat sipil
tidak diwajibkan ikut pertempuran, justru mereka harus diselamatkan atau
diungsikan. Tapi kalau ada relawan mau ikut membantu tentara profesional
menjadi milisi, tidak tertutup peluang. Namun wajib ikut latihan sebelumnya dan
diperbantukan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc
Kirim Pertanyaan :
tanya@rumahfiqih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apakah Artikel ini bermanfaat bagi ANDA ?